“Apaa..??” seru Fey kaget.
Dari wajahnya terlihat Fey memang sedih sekali.
Byan merangkul Fey, “Ya sudah gak apa-apa. Yang penting sekarang dia sudah bahagia. Kalau kamu mau nanti kita beli lagi ya?” ujar Byan lembut.
Fey mendongak dengan wajah memelas.
“Bukan masalah kita bisa beli lagi...” sahutnya.
“Iya, iya, aku ngerti.” lanjut Byan.
“Kamu sudah sayang banget kan sama Choky?” Byan tersenyum sambil membelai rambutnya.
Yang ditanya mengangguk diam sambil memandang sedih sosok yang membengkak di depan mereka.
Choky adalah seekor guinea pig. Dari pinggang ke atas bulunya berwarna putih dan sisanya coklat. Kaki depan sebelah kanan dan kuping kanannya juga berwarna coklat. Kalau dilihat dari jauh, Choky seperti guinea pig berbulu putih yang memakai celana coklat :)
Itulah guinea pig kesayangan Fey. Sebenarnya Byan membelikan Fey lima guinea pig. Masing-masing sudah dilabei oleh nama-nama lucu. Yang hitam legam bernama Omen, yang bermotif putih hitam bernama Bonnie, yang berbulu panjang yang keriting bernama Jabrix, seekor betina diberi nama si Mbok, dan terakhir si Choky.
Awalnya Fey sayang sekali pada Omen, karena Omen lah yang paling penurut dibanding yang guinea pig yang lain. Omen berani makan dari tangan Fey dan Byan tanpa takut. Omen juga berani bermain di area yang sangat dekat dengan mereka. Hanya saja beberapa bulan lalu, guinea pig itu menghilang. Hanya Choky yang tersisa. Fey dan Byan sudah mencari seisi rumah, halaman, bahkan sampai ke tetangga. Mereka tidak kunjung ditemukan juga. Segala pencarian berakhir dengan kesimpulan mereka digondol kucing yang suka mengintai di rumah mereka. Fey teramat sedih dan kecewa.
Fey tidak terlalu peduli pada Choky, yang sejak dulu memang lebih suka sendiri. Sejak ditinggal teman-temannya, Choky semakin takut pada manusia. Hanya mendengar suara sedikit saja, Choky pasti lari terbirit-birit dan bersembunyi di antara semak-semak. Itulah sebabnya Choky sulit diberi makan. Fey hanya meletakkan beberapa makanan di suatu tempat agar Choky bisa makan selepas mereka pergi. Selebihnya Choky lebih memilih memakan rumput halaman belakang.
Hingga suatu hari.
“Byan, denger gak?” bisik Fey.
Byan memasang telinga mencari suara yang dimaksud Fey.
“Itu Choky ya?”
Fey mengangguk. Mereka berdua bangkit lalu mengintip ke arah halaman belakang tempat Choky dilepas.
Choky bersuara seperti kelaparan. Dia berdiri persis di depan pintu. Ia mondar-mandir ke sana ke mari sambil mengendus mencari-cari makanan.
Fey tersenyum lalu berkata pada Byan, “Kita masih punya wortel kan? Kita kasih makan Choky yuk?”
Sejak saat itu, setiap pagi, Fey akan memotong wortel menjadi potongan kecil-kecil lalu meletakkan di sebuah piring kecil. Sambil membawa satu mug besar berisi susu, Fey duduk di teras belakang ditemani Byan. Mereka minum susu bersama sambil memandangi Choky yang menyantap potongan wortel tak jauh dari mereka.
“Choky mungkin kelaparan ya?” tanya Fey sambil meratakan gundukan tanah di depannya.
Byan mengangkat bahu, “Bisa jadi.”
“Tadi pagi kan kita gak kasih Choky wortel, hujan deras banget. Choky kan ngumpet kalo hujan.” lanjut Fey lemas.
“Iya, sebetulnya bukan karena kelaparan juga sih. Kamu kan tau, Choky itu suka main-main ke mana-mana. Ya mungkin dia main-main terus naik ke gundukan tanah sekitar kolam ikan, dia liat ada beberapa eceng gondok. Dia pikir mungkin itu tanah, makanya dia turun, ternyata air.” jawab Byan.
“Kasian Choky..” Fey memandangi lagi gundukan tanah itu.
Byan mengusap punggung Fey.
“Choky sudah berkumpul sama teman-temannya.” Ia tersenyum menghibur Fey.
Fey mengangguk lemas.
“Padahal aku sudah sayang banget sama Choky.”
Byan tersenyum, merangkul Fey. Mereka masuk ke rumah menghindari hujan rintik-rintik.
Byan berbisik, “Choky juga sayang sama kamu.”
Kita merasakan kehilangan ketika yang dicintai tidak lagi bersama kita.