
“ Gila lo Ci. Baru tiga bulan merit badan lo dah melar kayak gitu ! “
Siapa yang kupingnya gak panas mendengar kalimat itu. Apalagi yang mengucapkan adalah sobat sendiri. Mau bunuh diri rasanya hehe...
Tapi aku mencoba membela diri.
“ Ya mau gimana lagi, tiap malam harus nemenin Adit makan. Meski gue gak makan, paling nggak gue nyemil dikit laah. Kasian kan dia makan sendiri. “
Yang ada Yana, sobatku malah ngakak lebih keras.
“ Eci, Eci, belum hamil aja udah segede gini ”
Aku dibuat stress oleh perkataan Yana. Memang sih kalau dipikir-pikir berat badanku bertambah dibandingkan sebelum menikah. Tidak tanggung-tanggung, selisihnya enam kilo ! Aku nggak begitu menyadari. Hanya saja kalau pakai celana panjang yang dulu agak longgar sekarang jadi celana super ketat. Baju dan kaos yang dulu fit to the body sekarang benar-benar strecth. Alhasil sebulan belakangan aku harus beli baju dan celana baru dengan satu ukuran lebih besar dari sebelumnya.
Aku masih tenang-tenang saja karena Adit, suamiku tidak komplain apapun. Di rumah memang ada timbangan berat badan, tapi sepertinya hanya jadi pajangan di rumahku. Tapi aku bertekad untuk diet. Diet diet diet dan diet....
Aku tidak bisa melupakan tawa Yana yang begitu bahagia menertawakan aku tadi siang. Arrgh...
“ Loh, nggak makan, sayang ? “
Adit bengong karena aku hanya duduk berpangku tangan di depannya.
“ Nggak, aku lagi diet. Kamu aja yang makan ya ? “
Adit malah tertawa.
“ Lho kok ketawa sih ?” protesku.
“ Pakai diet segala, kenapa sih ? “ Adit masih senyum-senyum sambil makan.
Meski agak malu, aku menceritakan juga kejadian tadi siang bersama Yana.
Bukannya prihatin karena derita sang istri diledekin sahabatnya, Adit malah tertawa makin keras.
Aku makin kesal. Aku meninggalkan dia makan sendirian sambil cemberut. Di belakangku masih terdengar sedkit tawa Adit.
Meski malamnya, dia mencoba merayuku, aku tetap kesal. Kesal dengan tawanya yang malah pro pada Yana.
“ Sayang, kamu tetap cantik kok. Tapi jangan sampai nggak makan dong. Nanti kalau sakit, aku juga yang pusing...”
Aku tetap cemberut.
“ Udah doong, jangan cemberut terus, Cantik..”
Aku masih cemberut.
“ Padahal aku tadi pulang kerja beli es krim, aku mau makan es krim sama siapa ya ? Istriku lagi diet siih “ goda Adit.
Aaah...aku paling tidak tahan digoda dengan es krim, makanan favoritku sejak bayi. Dan setelah aku pikir-pikir lagi, makan es krim tidak separah makan nasi goreng seperti Adit tadi kan ?
Hah !
Aku terperangah dengan angka yang tertulis di dalam katalog yang sedang kupegang. Harga sedot lemak sangat mahal. Tidak mungkin aku biayai pakai uang sendiri. Pasti aku harus minta ijin Adit untuk menggunakan uang bersama. Tapi apa iya Adit mengijinkan ? Aku masukkan katalog ke dalam tas dan aku berjalan mengitari mall. Oh ya, berjalan di mall termasuk olah raga kan ? Aku mengelilingi Plaza Senayan tiga kali sampai ngos-ngosan. Dan karena sedang diet, untuk menghilangkan haus aku tidak lagi minum teh botol kesukaanku, tapi green tea. Hebat ya ?
Oh tapi sebenarnya bukan cuma green tea. Tapi green tea plus kue soes dua !
Setiap pagi pun aku bangun lebih pagi supaya punya waktu untuk olah raga. Paling tidak sit up tiga puluh sampai enam puluh kali. Biasanya aku akan main skipping atau jogging di atas treadmil paling tidak tiga puluh menit setiap hari. Woow...aku pun sampai terbengong-bengong betapa hebatnya aku. Hehe...
Makan pun aku atur dengan seksama. Sarapan pagi, aku hanya makan satu buah apel dan segelas susu rendah lemak. Makan siang secukupnya. Makan malam tanpa nasi dan daging, hanya sayur dan buah saya. Memang sesekali aku menemani Adit makan nasi goreng di tengah malam. Tidak sepiring penuh, hanya curi-curi beberpa sendok dari piring Adit. Oh ya, aku juga sengaja tidak menimbang berat badanku selama program dietku ini. Rencananya bulan depan baru aku lakukan. Harapanku angka timbangan merosot drastis karena jangka waktu yang cukup lama.
Setiap kali sehabis mandi, aku pandangi badanku di depan kaca. Berharap lekuknya menuju sempurna. Meski aku akui masih ada lemak di sana sini, tapi aku men-setting pikiranku bahwa semakin hari si lemak akan semakin pergi. Aku tersenyum puas...
Hingga suatu saat, aku terbangun dengan kepala pusing dan mata berkunang-kunang.
Oh My God, aku kenapa ?
Adit paniknya luar biasa. Dia bilang badanku panas. Memang aku merasa badanku panas, tapi apa iya sampai Adit paniknya seperti itu.
Angka di termometer digital menunjukkan angka 38.8.
Adit tidak banyak tanya, dia langsung menelepon dokter langganan kami untuk membuat janji sekarang juga.
Akhirnya kami berangkat ke Rumah Sakit. Di tengah perjalanan, Adit memarahiku karena program diet yang aku jalani. Apalagi begitu hasil pemeriksaan dokter keluar, Adit semakin geram. Aku didiagnosa terlalu letih dan harus bed rest selama dua minggu.
Tiba di rumah, meski badan masih lemas, aku memberanikan diri naik ke atas timbangan. Padahal program ini baru kujalani selama dua minggu. Mungkin angkanya tidak akan terlalu dramatis, pikirku. Pelan-pelan aku naiki timbangan itu. Dan jarumnya menuju angka....
“Astaga ! Naik dua kilo !! “ teriakku.
Di depanku Adit tersenyum sambil memegang test pack.
“ Ya iya lah... kan ditambah berat adek bayi. “
Aku berlari ke dekatnya. Kami berpelukan.
“ Dan tidak ada program diet lagi ya...” Adit mencubit pipiku.
Hehe pintar sekali suamiku bersekongkol dengan dokter langganan kami.
Dan dietku pun batal..........!