Omen


Saat membersihkan taman depan rumah, suami saya dikejutkan oleh seekor hewan yang sedang bersembunyi di sela-sela tanaman. Hampir saja dipukulnya karena dikira seekor tikus. Si hewan ini akhirnya dibawa masuk ke rumah setelah sekeliling tetangga tidak ada yang merasa kehilangan hewan peliharaan. Jadilah dia peliharaan baru di rumah kami.

Di awal kedatangannya hewan ini sudah membawa sebuah keributan kecil. Saya dan suami sedikit bertengkar mempermasalahkan dia itu tikus atau kelinci . Kalau dilihat-lihat dari kupingnya persis dengan mickey mouse. Tapi badannya hampir serupa dengan kelinci hanya saja bulunya hitam dengan bercak cokelat. Namun hidungnya seperti marmut. Haha ! Kami tidak tahu pasti hewan apa ini. Kami langsung saja beri nama Omen.

Sehari-hari perhatian kami tercurah pada Omen. Saya dan suami setiap hari rela dipusingkan harus memberikan makan Omen apa hari ini. Maklum, namanya juga hewan pengerat. Mulut Omen tidak pernah berhenti makan. Apa saja dilahapnya. Namun yang bikin keki, Omen tidak pernah mau makan dalam jumlah yang banyak. Setiap kali dia minta makan meski di kandangnya masih banyak tersisa makanan. Setiap saat dia kelaparan dan dia akan bersuara nguk nguk nguk.

Suatu kali, suara Omen hampir melengking selepas jam makan malam. Saya kemudian memberinya segenggam kulit buah pear. Saya senang melihat Omen lahap memakan kulit pear satu per satu. Namun hanya dua potong saja yang dimakannya. Sisanya ? Omen tidak peduli lagi. Dia bahkan kembali bersuara nguk nguk nguk tanda kelaparan. Akhirnya saya bongkar lagi isi lemari es dan menemukan toge. Iseng-iseng saya coba perlihatkan di depan Omen. Ah, ternyata dia suka juga. Tapi lagi-lagi cuma beberapa yang dimakan. Omen kembali nguk nguk nguk di samping toge yang masih tersisa.
Uuuuggh....

Suamiku sewot juga karena dia bertugas membersihkan kandang Omen yang penuh dengan sisa makanan. Soalnya sisa makanan itu mendatangkan rengit. Akhirnya suamiku mengusulkan ,” Kalau siang Omen dilepas saja di taman belakang supaya bisa bermain-main sekaligus cari makan sendiri”. Awalnya saya tidak setuju. Maklum, di taman belakang banyak rumput dan tanaman kesayangan. Bagaimana jika semua dilahap Omen ? Namun karena saya juga mulai kewalahan menyediakan variasi makanan untuknya, toh saya akhirnya luluh juga. Setiap pagi Omen dilepas dari kandangnya. Untuk percobaan pertama kami mencobanya di hari libur supaya bisa terpantau. Yang terjadi adalah Omen mojok seharian di balik pot tanaman yang cukup besar sambil nguk nguk nguk. Tidak ada kegiatan berlari-lari ke sana kemari atau makan ini makan itu. Lho ?!

Kami tooh tidak tega melihat Omen yang mojok terus di belakang pot. Menjelang siang, kami masukkan kembali ke kandang dan Omen yang kelaparan seketika itu juga langsung meronta-ronta minta makan. Akhirnya saya berikan dia sedikit ubi rebus, sedikit kulit mentimun, dan sedikit batang kangkung. Krek krek krek...satu demi satu dilahap Omen.
Meski kesal, kami saling berpandangan dan tersenyum lega. Paling tidak Omen akhirnya bisa makan.

Lama-lama kami bisa menikmati waktu bersama Omen. Suamiku memasukkan pipa pralon berdiameter cukup besar untuk tempat bersembunyi Omen di kandangnya. Omen jadi lebih aktif. Dia keluar masuk pipa. Kadang tidur di dalam pipa, kadang naik di atas pipa. Ketika kami mencoba melepasnya lagi di taman belakang, Omen tidak lagi mojok di belakang pot. Dia berani berjalan ke sana ke sini sambil mulutnya melahap apa saja yang dilewatinya. Entah daun kering atau batang kering. Pernah dia mencoba melahap karet ! Oh My God, Omen... Meski demikian, kami senang karena Omen ternyata tidak merusak rumput dan tanaman seperti yang saya khawatirkan sebelumnya.

Satu malam, kami melewati kandangnya. Dia melonjak-lonjak kelaparan nguk nguk nguk. Saat itu kami baru saja bersih-bersih dan malas sekali rasanya untuk ke dapur mencari-cari makanan untuk Omen. Akhirnya kami lewat dan membiarkannya begitu saja. Semalaman Omen tidak berhenti nguk nguk nguk. Kami tidak tega juga. Jam 10.30 kami ke dapur mengupas wortel untuk Omen.
Pernah suatu kali, kami sama sekali tidak punya sayuran apapun untuk nya. Kami harus mengendap-ngendap saat melewati kandangnya supaya Omen tidak tahu jika kami lewat. Jika tahu, dia pasti akan melonjak-lonjak dan nguk nguk nguk seperti biasa. Meski berjingkat-jingkat toh kami ketahuan juga. Omen nguk nguk nguk dan saya akhirnya, setelah memutar otak, memberinya potongan kerupuk udang.

Saat liburan sekolah, keponakan yang berkunjung ke rumah ternyata jatuh cinta pada Omen. Dia merengek meminta Omen ikut ke rumahnya. Saya panik. Meski bagaimanapun, Omen sudah menjadi bagian hidup kami berdua. Namun, demi keponakan kami relakan Omen hijrah ke rumah kakakku. Saya dan suami mencoba bersikap biasa saja melewati malam itu berdua seperti saat Omen belum hadir di rumah kami. Tapi tidak bisa dipungkiri, kami kangen akan suara nguk nguk – nya.

Keesokan paginya, keponakanku datang beserta ibunya dan Omen !
“Omen nggak bersuara sama sekali dan nggak mau makan, jadi kubawa pulang ke sini lagi.” ujar kakakku.
“Omen hanya ngumpet di dalam pipa trus...” lanjutnya.

Jadi ...datanglah Omen kembali ke rumah. Ketika kami menempatkannya ke posisi semula, Omen masih bersembunyi di dalam pipanya.
Begitu kami berjalan beberapa langkah menjauhinya.
Nguk nguk nguk ...
Lho ?
Kami saling berpandangan lalu tertawa.
“Untung masih punya kerupuk udang...”

cari