
Semua orang memiliki pengalaman cinta pertama. Namun bagaimana cerita cinta pertama itu berakhir, itu yang pasti berbeda.
Masih tengah malam, aku duduk di tepi ranjang, menengak habis segelas air putih. Jam menunjukkan pukul 00.15. Kupandangi suamiku yang tertidur lelap. Ya Tuhan, kenapa aku bermimpi tentang dia lagi ?
Jantungku begitu berdebar, keringat dingin. Aku baru saja bermimpi. Bayanganku kembali ke masa lalu, sekitar 13 tahun lalu.
Waktu itu aku duduk di kelas sekolah menengah pertama. Aku begitu terkesima dengan sosok anak laki-laki di kelasku yang sangat pintar. Ya, kamu. Sejak di kelas lima sekolah dasar, aku tidak pernah bisa mengalahkan kamu untuk menjadi juara kelas. Kuakui kamu memang benar-benar pintar. Seiring dengan kedewasaanku, aku merasa kekaguman ini berubah perlahan menjadi rasa sayang. Oh My God, i’m falling in love ...
Tapi kamu begitu cuek, sesekali aku memergoki kamu sedang memandangiku. Tapi di detik yang sama kamu pasti akan membuang muka. Ketika kita berpapasan dilorong kelas, pernahkah kamu tidak mengalihkan pandangan dariku ? Tidak pernah sekalipun. Sekali-kalinya kamu berbicara kepadaku, ketika kita satu kelompok dalam sebuah tugas pekerjaan sekolah. Pernah suatu ketika seluruh kelas mengejek kita berdua sebagai pasangan yang pacaran. Aku malu bercampur senang. Namun ketika kita didudukan dalam meja yang sama, kamu duduk di pinggir, mencoba menjauhiku. Aku pura-pura tidak memperdulikan itu. Tapi tahukah kamu, saat itu hatiku menangis. Begitu tidak pantasnya kah aku untukmu ? Begitu jeleknya kah aku sehingga kau begitu ?
Semua perasaan ini aku simpan sendiri. Aku hanya membagikannya dalam tulisan kata-kata dalam diariku. Setiap hari, kehebatanmu, kepintaranmu, pandangan matamu, bahkan buangan mukamu kutulis di sana. Meskipun aku tidak bisa dekat denganmu dan memilikimu, aku memiliki cerita tentangmu, pikirku waktu itu.
Semakin hari diariku penuh dan semakin banyak. Tidak jarang aku menangis karenamu. Aku hanya bisa membayangkan seandainya kau mau berdekatan denganku. Ya Tuhan, apakah aku gila ?
Semakin lama aku membenci perasaanku sendiri. Aku tidak bisa berhenti menyukaimu sementara hatiku tidak bisa menerima perlakuanmu kepadaku. Aku tidak mungkin terus menangis karena dirimu yang sama sekali tidak peduli padaku. Aku tidak mungkin terus-terusan membayangkan kamu adalah pacarku. Aku bisa gila beneran! Bantalku sudah penuh dengan air mata. Aku pun terlalu lelah berpura-pura senyum dan ceria meski jauh di dalam hati ini aku selalu menangis dan menangis....
Hingga satu saat, aku menerima berita bahwa kau berpacaran dengan anak perempuan di kelas kita ! Aku begitu sedih, tapi aku tidak punya lagi air mata untuk kamu. Aku terluka, tapi tidak ada lagi amarah yang tersisa. Aku mencoba tersenyum setiap kali berpapasan dengan kalian berdua. Kalian begitu cocok. Paling tidak anak perempuan itu lebih putih dan lebih kurus daripada aku. Dan pada hari itu, aku memutuskan untuk menghentikan semua perasaan yang aku miliki kepadamu. Perasaan “cinta sendiri“ selama 5 tahun kukubur bersama dengan abu bakaran diari-diariku.
Aku kembali memandangi suamiku yang masih tertidur. Sekarang ia menggenggam tanganku. Begitulah ketika kami tidur, saling menggenggam tangan.
Ketika aku melanjutkan kehidupanku selanjutnya, aku mencoba membuka diri dengan cinta yang baru. Aku merasakan cinta kedua dan cinta ketiga, meskipun harus kembali terluka karena lepas dari cinta-cinta itu. Aku tetap masih terbayangi oleh dirimu, meski aku tidak lagi mengetahui dimana dirimu saat itu. Aku kadang masih membayangkan bertemu denganmu. Hingga suatu saat Tuhan mengabulkan, kita dipertemukan kembali. Ternyata saat itu, kau tengah menyelesaikan proyek di tempat aku bekerja. Dua kali kita sempatkan makan siang bersama. Saat itu ada perasaan yang mencoba keluar lagi dari relung terdalam hatiku. Tapi aku merasa begitu hampa. Aku yang bisa dekat denganmu sekarang, berbicara, bahkan makan bersama, justru merasa sangat hampa. Bisa jadi karena akupun tengah merencanakan pernikahan dengan tunanganku. Tapi tahukah kamu, momen seperti ini, pandangan matamu yang seperti ini, yang aku rindukan waktu di sekolah dulu. Dulu. Bukan sekarang.
Di tengah kehampaan yang aku rasakan, dengan berani aku utarakan kepadamu. Ini adalah pertama kalinya aku berani di hadapanmu. Waktu itu aku sampaikan, aku tengah berbahagia dengan tunanganku, hingga berat badanku naik beberapa kilo. Aku berusaha tidak melihat kekecewaan di matamu saat itu, kau pun pandai menghapusnya dengan segera.
Aku tahu aku telah memutuskan untuk membuka lembaran hidup yang baru. Ini tidaklah mudah, tapi harus kulakukan karena kau sepertinya tidak pernah mencintaiku. Ternyata setelah cinta bertepuk sebelah tangan selama bertahun-tahun, Tuhan telah menyiapkan seorang pangeran untukku. Dia yang begitu mencintaiku tanpa keragu-raguan sedikitpun. Dan aku tidak akan mengulang kesalahan lagi. Aku tidak mau kehilangan cinta lagi. Aku tidak malu mengungkapan isi hati dan perasaanku.
Aku berencana untuk tidak mengundangmu dalam misa pernikahanku. Tapi Tuhan sepertinya melarangku. Kau sendiri yang melihat dalam pengumuman gereja dan hanya dengan pesan singkat via handphone, kau ucapkan selamat tapi setelah itu tidak pernah lagi kulihat dan kudengar kabarmu.
Hingga sekali lagi pertemuan itu terjadi kemarin. Dalam sebuah antrian, kamu berdiri di sana seorang diri. Aku kenalkan kau dengan suamiku. Aku tahu ada tatapan lain di matamu, aku tahu itu. Tapi aku tidak mau memikirkan hal itu. Aku sengaja memperlihatkan kemesraanku dengan suamiku dan ku lihat dari sudut mataku kau memandangiku kemudian memalingkan wajah dan pergi.
Maafkanlah aku. Dulu aku mencintaimu, tapi luka telah membakar habis semua perasaan yang ada. Aku tidak pernah tahu isi perasaanmu. Yang aku tahu, kau telah membuat hidupku berwarna. Kau telah mengajarkan aku mengenal cinta sekaligus patah hati untuk pertama kalinya dalam hidupku. Aku sungguh berterima kasih untuk itu.
Semoga Tuhan selalu memberkati dirimu dan cita-citamu.
Kuyakin Tuhan sudah menyediakan pasangan terbaik untukmu.
Suamiku terbangun. Ia memelukku dan kami melanjutkan tidur dalam mimpi yang indah.
...... to be continued